Masya Allah, sebuah perkongsian yg sangat MENGGETARKAN hati…
Family first…
Suatu hari saya terlangg4r dengan seseorang yang tidak saya kenal. “Oh, maafkan saya,” reaksi spontan saya. Dia juga berkata, “maafkan saya juga.” Orang itu dan saya bertegur sangat sopan. Kami pun berpisah dan mengucapkan salam.
Namun cerita jadi lain apabila sampai di rumah. Pada hari itu juga, ketika saya sedang menelefon seorang rakan sekerja terbaik saya, dengan bahasa sangat lembut dan santun untuk meraih/melobi simpat1 rakan saya itu, tiba2 anak lelaki saya berdiri diam2 di belakang saya.
Ketika saya hendak berpusing, hampir saja membuatnya j4tuh. “Pergi!!! Main sana, g4nggu saja!!!” ter1ak saya dengan mar4h. Ia pun pergi dengan hati h4ncur dan mer4juk.
Pintu keinsafan…
Ketika saya berbaring di tempat tidur malam itu, dengan halus Malaikat berbisik. “Tuhan menyuruh Aku menc4but nyaw4mu dan mengambil hidupmu sekarang. Namun sebelumnya, Tuhan izinkan kau melihat lorong waktu sesudah kemat1anmu.
Sewaktu kamu berurusan dengan orang yang tidak kau kenal, etika kesopanan kamu gunakan. Akan tetapi dengan anak sendiri, engkau perlakukan kas4r, akanku perlihatkan engkau setelah kemat1anmu hari ini, bagaimana keadaan majikanmu, kawan rapatmu, sahabat dunia mayamu serta keadaan keluargamu”.
Lalu aku pun melihat, hari itu saat jenaz4hku masih diletakkan di ruang keluarga, hanya satu orang sahabat dunia mayaku yg datang, selebihnya hanya mendoakan di dalam group, bahkan ada juga yang tdk memberi komen apa apa pun atas kepergianku dan ada juga yang hanya menulis, ‘Al-Fatihah’ ada yg ‘RIP’.
Bos dan rakan sekerja…
Kawan sekerjaku dtg, sekejap melihat jenaz4hku, lalu mereka asyik mengambil gambar dan bercerita. Bahkan ada yg asyik membicarakan a1bku sambil tersenyum2. Bos yg aku hormati, hanya datang sebentar melihat jenaz4hku dalam beberapa minit lalu pulang dan kawan2 rapatku, tidak ada satupun dari mereka yang aku lihat.
Anak dan isteri…
Lalu ku lihat anak-anakku menang1s di pangkuan isteriku, yang kecil berusaha menggapa1 jenaz4hku meminta aku bangun, namun isteriku menghal4ngnya. Isteriku pengs4n berkali-kali, aku tidak pernah melihat dia seb1ngung demikian.
Lalu aku teringat betapa sering aku acuh tak acuh dengan panggilannya yg mengajakku berbual, aku selalu sibuk dengan hpku, dengan kawan2 dan teman2 dunia mayaku. Lalu aku lihat anak2ku sering ku herd1k & ku bent4k mereka saat aku sedang asyik dengan hpku, di saat mereka minta perhatian dariku. Oh Tuhan….Maafkan aku.
Realiti selepas kemat1anku…
Lalu aku melihat 7 hari selepas kemat1anku. Teman2 sudah melupakanku, sampai detik ini aku tidak lagi mendengar doa mereka untukku. Pihak office menggantiku dgn staf lain, teman2 dunia mayaku masih sibuk dengan perbualan di group, tanpa ada yang berbicara tentangku ataupun bersed1h terhadap ketiadaanku di group mereka.
Namun, aku melihat isteriku masih puc4t dan menang1s, air matanya selalu menitis saat anak2ku bertanya di mana papa mereka? Aku melihat dia begitu l0nglai dan puc4t, ke mana semangatmu isteriku? Oh Tuhan maafkan aku….
40 hari selapas kemat1anku…
Hari ke 40 sejak aku tiada, teman2 FB ku leny4p secara drast1k, semua sudah memutuskan hubungan denganku, seolah tidak ingin lagi melihat kenanganku semasa hidup. Bosku dan teman2 sekerja, tdk ada satu pun yang mengunjungi kub0rku atau pun sekadar mengirimkan doa.
Lalu kulihat keluargaku, isteriku sudah boleh tersenyum, tapi tatapannya masih kosong, anak2 kecilku masih asyik bertanya bila papa pulang. Anakku yang paling kecil adalah yang paling kusayang, masih selalu menungguku di jendela, menantikan kepulanganku.
Lalu 15 tahun berlalu…
Kulihat isteriku menyiapkan makanan untuk anak2ku, sudah mulai kelihatan kedutan tua dan lelah di wajahnya. Dia tidak pernah lupa mengingatkan anak2 bahwa hari ini hari Jumaat, j4ngan lupa solat. Lalu aku membaca tulisan di atas secebis kertas milik anak perempuanku malam semlm…
Dia menulis…. “Seandainya aku masih punya papa, pasti tidak akan ada laki2 yang berani tidak sopan denganku dan aku tidak melihat mama sak1t mencari nafkah seorang diri buat kami. Oh Tuhan…. Kenapa Kau ambil papaku, aku perlu papaku Ya Allah..”
Kertas itu basah karena titisan a1rmatanya… Ya Allah maafkanlah aku…. Sampai bertahun2 anak2 dan isteriku pun masih terus mendoakanku agar aku sentiasa berbahagia di akhirat sana. Kemudian, aku terbangun….. Oh Tuhan syukur… Ternyata aku cuma bermimpi….
Ses4l dahulu pendapatan…
Perlahan lahan aku pergi ke kamar anakku dan berlutut dekat tempat tidurnya. Aku masih lihat airmata di sudut matanya, kasihan, terlalu ker4s aku mengherd1k mereka… “Anakku, papa sangat menyes4l karena telah berlaku kas4r padamu.
“Anakku, aku mencintaimu… aku benar-benar mencintaimu, maafkan aku anakku”. Ku peluk anakku, ku cium pipi dan keningnya. Lalu kulihat isteriku yang sedang tertidur, isteriku yang sapaannya sering ku tak h1rau ajakannya untuk berbicara.
Sering kali aku sengaja berpura2 tidak mendengarnya, bahkan pesan2 darinya sering aku anggap tak bermakna, maafkan aku isteriku, maafkan aku. Air mataku tak dapat ku bendung lagi. Apakah kita menyedari bahwa jika kita mat1 esok pagi…
Jabatan di mana kita bekerja akan mudah mencari pengganti kita. Teman2 akan melupakan kita sebagai cerita yang sudah berakhir, malah ada rakan2 kita yg masih menceritakan kelem4han yang tidak sengaja kita lakukan.
Teman2 dunia maya pun tak pernah membicara lagi, seolah2 aku tidak pernah wujud dalam group mereka. Lalu aku reb4hkan diri di samping isteriku, hpku masih terus bergetar, berpuluh2 notifikasi masuk menyapaku, menggelit1k untuk aku buka, tapi tidak.. tidak..
Aku mat1kan hpku dan aku pejamkan mata. Maaf….Bukan kalian yang akan membawaku ke syurga, bukan kalian yang akan menolongku dari api nerak4, tapi keluargaku… Keluarga yang jika kita tinggalkan akan merasakan kehilangan selama s1sa hidup mereka.
Utamakan keluarga dahulu…
Kredit; Sobri Ismail